• Jelajahi

    Copyright © sulsel.pemburufakta.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Penyidik Bungkam, Kasus Pasar Lamataesso Terancam Gagal Ungkap Kebenaran

    Kamis, 22 Mei 2025, Mei 22, 2025 WIB Last Updated 2025-05-22T15:49:30Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini



    MAKASSAR, 22 Mei 2025 – Lembaga Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia Indonesia (LHI) menyampaikan kekecewaan dan keprihatinan mendalam atas lambannya penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Pasar Lamataesso di Kabupaten Soppeng oleh jajaran penyidik Polda Sulsel.

    Laporan tersebut telah disampaikan LHI sejak Maret 2023. Namun hingga kini, publik tidak mendapatkan informasi lanjutan apa pun dari pihak kepolisian, selain penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tahap awal. Setelah itu, komunikasi nyaris terputus. 

    Hingga hari ini, tidak ada kejelasan tindak lanjut ataupun transparansi perkembangan penanganan kasus tersebut. Fakta ini sangat mencederai semangat pemberantasan korupsi yang seharusnya menjadi prioritas aparat penegak hukum.

    *Diamnya Penyidik: Komunikasi Mandek, Akuntabilitas Mati*

    LHI juga telah mencoba menjalin komunikasi secara langsung kepada pihak penyidik yang menangani laporan, yakni Kompol Amri, namun dua kali pesan WhatsApp kami kirimkan tidak pernah dibalas. Hal ini menandakan lemahnya komitmen pelayanan dan tanggung jawab penyidik kepada pelapor masyarakat sipil. Padahal pelapor punya hak untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus sebagai bagian dari prinsip transparansi dan partisipasi dalam sistem hukum.

    "Ketika penyidik diam dan enggan menjawab, publik mulai curiga. Apakah ini bentuk pembiaran? Atau ada kekuatan tak kasat mata yang sedang bermain di balik meja penyelidikan?" tegas Mahmud Cambang, Ketua Tim Monitoring LHI.

    *Dugaan Permainan Waktu dan Upaya Pembiaran*

    LHI menduga bahwa proses pengumpulan bahan dan keterangan (pul baket) yang terus-terusan digunakan sebagai alasan, hanyalah bentuk permainan waktu. Jika laporan ini dianggap tidak memenuhi unsur pidana, penyidik seharusnya menyampaikan secara resmi kepada kami sebagai pelapor, agar dapat ditindaklanjuti secara terbuka. Namun jika masih berjalan, mengapa tertutup dan tanpa progres yang jelas?

    LHI juga mempertanyakan, mengapa laporan yang berkaitan dengan dugaan penyimpangan dana publik dalam jumlah besar, seperti Pasar Lamataesso, terkesan tidak menjadi prioritas penyidik? Mengapa aparat lebih responsif terhadap kasus-kasus kecil, tetapi lamban terhadap korupsi anggaran yang nilainya miliaran?

    *Desakan Evaluasi oleh Mabes Polri*

    Karena tidak adanya itikad baik dari Polda Sulsel, LHI menyatakan akan menyampaikan surat pengaduan resmi kepada Divisi Propam Mabes Polri, Itwasum Polri, serta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja penyidik Polda Sulsel, khususnya yang menangani laporan dugaan korupsi dari masyarakat sipil.

    Kami tidak ingin Polri kehilangan kepercayaan publik karena ulah segelintir oknum penyidik yang bermain mata dengan laporan masyarakat. Jika ini terus dibiarkan, maka sama saja membunuh semangat partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi.

    *Bentuk Pertanggungjawaban LHI ke Publik*

    “Kami sudah menjalankan kewajiban warga negara. Tapi ketika laporan kami seperti ‘dibuang’ begitu saja, publik pun berhak tahu bahwa ada yang tidak beres. Jika dalam waktu dekat Polda Sulsel tidak memberikan kejelasan informasi lanjutan, LHI akan mempertimbangkan untuk melakukan aksi demonstrasi damai sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan ini,” pungkas Mahmud.

    Rilis ini kami sampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kami kepada masyarakat yang percaya kepada LHI untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Kami tidak akan membiarkan kasus ini tenggelam tanpa kepastian hukum.

    Kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, media, serta pegiat antikorupsi untuk ikut mengawal kasus ini. Diam adalah bentuk dukungan terhadap kejahatan, dan kami memilih untuk bersuara.**

    Lembaga Kajian dan Advokasi HAM Indonesia (LHI)

    (Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +